Come On turn on the lights!!

Rabu, 15 Februari 2012

Interview!

Danjyo Hiyoji

Ngebahas brand yang satu ini hm... kayaknya seru banget gimana klo simak wawancara ini ! 

Sebenarnya bagaimana kisah awal Danjyo Hiyoji?

Danjyo itu sendiri muncul pada 2001, awalnya Dana dan Liza. Waktu itu, untuk baju wanita saja. Setelah itu vakul, Dana kerja dan sekolah lagi, Liza juga kerja. Nah, setelah itu ketemu Rama. Kami ngajak buat line laki-laki dan jadilah Hiyoji. Kami akhirnya buat Danjyo Hiyoji. Tapi, karena rancu, akhirnya Danjyo Hiyoji itu untuk perempuan dan laki-laki. Danjyo Hiyoji itu sendiri baru start Oktober 2009.

Jika dideskripsikan, apa desain dari Danjyo Hiyoji?

Basic with a twist. Tapi memang iya, kami mau menawarkan sesuatu yang bisa dikenakan sehari-hari, tapi nilai basic-nya bergeser dan nggak terlalu ekstravaganza banget juga.

Kenapa harus bertiga? Bukankah kalau sendiri bisa lebih bebas bereksplorasi?

Ide bertiga dijadikan satu akan jadi lebih kuat dan ternyata selera kami sama. Jadi, kami justru saling melengkapi. Nah, masing-masing ada tanggung jawab berbeda, tapi eksekusi bareng-bareng. Apalagi, kami di Harvey Nichols ada, di butik ada, jadi desain harus beda-beda. Ini maunya kami supaya variatif.

Masing-masing pasti ada ide, ‘kan? Bagaimana membaginya?

Dari konsep bareng-bareng, brainstorm dulu. Kerja sendiri-sendiri dulu, baru akhirnya dijadikan satu. Kami harus berkali-kali dalam mengerjakannya, tapi tetap eksekusi akhir akan bareng-bareng lagi.

Industri fashion lokal saat ini sedang naik. Apa yang membedakan brand kalian dari yang lain?

Banyaknya desainer lokal yang sekarang ternyata punya ide sendiri, market sendiri. Ternyata kami semua justru saling belajar dan saling support, bukan malah gontok-gontokan.

Target market Danjyo Hiyoji itu sebenarnya siapa?

Kalau range umur, kami maunya usia 18–30. Tapi, ternyata ibu-ibu pun sewaktu Brightspot Market, suka dan beli. Itu semua karena ready to wear. Kami memang selalu buat ready to wear yang masuk akal untuk dikenakan. Kalau kami mau pakai, pasti ada kemungkinan orang juga pakai.

Bagaimana kalian mengikuti selera pasar yang ada?

Selera pasar yang mengikuti kami. Ha-ha-ha. Sebenarnya begini, kami cenderung membuat segala sesuatu untuk enam bulan ke depan. Terserah orang mau terima atau nggak. Alhamdullilah-nya sebagian besar menerima. Kadang-kadang yang kami anggap tidak mungkin, justru itu yang jadi best seller/hot item-nya. Kami juga nggak mau mengikuti apa yang sudah ada. Kami justru menciptakan sesuatu yang basic dan bisa dipakai sehari-hari.

Punya kiblat fashion?

Rama: Gue dalam nggak punya patokan. Selama ini, gue cenderung lebih ke desainer cowok. Gue lebih ke membuat sesuatu barang yang nggak pernah gue dapat di indonesia. Jadi intinya, gue memenuhi kebutuhan fashion cowok yang agak susah didapat di Indonesia. Basicly itu produk basic even nyeleneh dan tetap bisa dipake sama cowok.

Apakah baju laki-laki yang nyeleneh itu kemudian laku?

Untuk cowok memang effort-nya dua kali dan nggak segampang itu. Mereka sebenarnya mau menerima, tapi belum terlalu berani. Cowok harus lihat dulu, setelah orang lain pakai. Dan, jika semua cowok mau pakai, ini jadi kepuasan tersendiri yang tak terbayarkan buat kami.

Kalian optimis dengan Danjyo Hiyoji ke depannya?

Dari segi bisnis, kami optimis, plus butik kami sebentar lagi juga akan buka. Kami yakin kalau dijalani serius, pasti ada hasilnya.

Apa ide-ide gila kalian untuk saat ini?

Show tunggal yang tidak biasa, tetap muda, tetap seru, dan Danjyo Hiyoji banget! Kalau bisa akhir tahun ini sponsor. He-he-he. Lebih cepat juga lebih baik, karena pas animonya tinggi. Kami juga ingin mendidik bahwa ready to wear itu sesuatu yang bisa dibanggakan. Tidak harus pakai sesuatu yang berat, harganya affordable, realistis, tetap gaya, dan long lasting.

Dengan kalian masuk Harvey Nichols Department Store, apakah ada efeknya ke customer?

Awalnya iya, mereka takut. Padahal nggak seperti itu. Kami biarkan orang compare sendiri. Harga kami masih affordable walaupun kualitas sama, style-nya berbeda dengan yang ada di butik kita.

Koleksi kalian awalnya hitam, putih, dan abu-abu. Apakah akan terus seperti itu?

Nggak kok, di Harvey Nichols sudah warna-warni. Hitam dan putih memang basic dan jualan banget. Untuk melengkapi, kami kasih pilihan. Kami berusaha memberikan yang basic, tapi ada juga yang lebih fancy.

Kalian juga membuat aksesori atau hanya baju?

Kami buat tas, sepatu juga. Tapi, itu semua masih trial and error. Kami masih mau fokus di baju dulu. Baru kalau sudah steady, mulai ke yang lain. Plus, kami juga punya standar kualitas yang mau kami pertahankan. Itu yang lebih susah.

Sejauh ini, sudah ada tawaran dari luar negeri yang tertarik sama kalian?

Malaysia sudah menawarkan dan sudah ada yang mau membantu. Di Singapura, kami masuk Blackmarket Singapore yang isinya desainer-desainer regional. Tapi, kami piker, sih, mau menguatkan dulu di kota-kota besar di Indonesia.

Di Indonesia, rencananya mau buka di mana?

Kota-kota besarnya, seperti Surabaya, Medan, dan Bali.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar