Danjyo Hiyoji
Ngebahas brand yang satu ini hm... kayaknya seru banget gimana klo simak wawancara ini !
Sebenarnya bagaimana kisah awal Danjyo Hiyoji?
Danjyo itu
sendiri muncul pada 2001, awalnya Dana dan Liza. Waktu itu, untuk baju
wanita saja. Setelah itu vakul, Dana kerja dan sekolah lagi, Liza juga
kerja. Nah, setelah itu ketemu Rama. Kami ngajak buat line laki-laki dan
jadilah Hiyoji. Kami akhirnya buat Danjyo Hiyoji. Tapi, karena rancu,
akhirnya Danjyo Hiyoji itu untuk perempuan dan laki-laki. Danjyo Hiyoji
itu sendiri baru start Oktober 2009.
Jika dideskripsikan, apa
desain dari Danjyo Hiyoji?
Basic with a twist. Tapi memang iya,
kami mau menawarkan sesuatu yang bisa dikenakan sehari-hari, tapi nilai
basic-nya bergeser dan nggak terlalu ekstravaganza banget juga.
Kenapa
harus bertiga? Bukankah kalau sendiri bisa lebih bebas bereksplorasi?
Ide
bertiga dijadikan satu akan jadi lebih kuat dan ternyata selera kami
sama. Jadi, kami justru saling melengkapi. Nah, masing-masing ada
tanggung jawab berbeda, tapi eksekusi bareng-bareng. Apalagi, kami di
Harvey Nichols ada, di butik ada, jadi desain harus beda-beda. Ini
maunya kami supaya variatif.
Masing-masing pasti ada ide, ‘kan?
Bagaimana membaginya?
Dari konsep bareng-bareng, brainstorm dulu.
Kerja sendiri-sendiri dulu, baru akhirnya dijadikan satu. Kami harus
berkali-kali dalam mengerjakannya, tapi tetap eksekusi akhir akan
bareng-bareng lagi.
Industri fashion lokal saat ini sedang naik.
Apa yang membedakan brand kalian dari yang lain?
Banyaknya
desainer lokal yang sekarang ternyata punya ide sendiri, market sendiri.
Ternyata kami semua justru saling belajar dan saling support, bukan
malah gontok-gontokan.
Target market Danjyo Hiyoji itu sebenarnya
siapa?
Kalau range umur, kami maunya usia 18–30. Tapi, ternyata
ibu-ibu pun sewaktu Brightspot Market, suka dan beli. Itu semua karena
ready to wear. Kami memang selalu buat ready to wear yang masuk akal
untuk dikenakan. Kalau kami mau pakai, pasti ada kemungkinan orang juga
pakai.
Bagaimana kalian mengikuti selera pasar yang ada?
Selera
pasar yang mengikuti kami. Ha-ha-ha. Sebenarnya begini, kami cenderung
membuat segala sesuatu untuk enam bulan ke depan. Terserah orang mau
terima atau nggak. Alhamdullilah-nya sebagian besar menerima.
Kadang-kadang yang kami anggap tidak mungkin, justru itu yang jadi best
seller/hot item-nya. Kami juga nggak mau mengikuti apa yang sudah ada.
Kami justru menciptakan sesuatu yang basic dan bisa dipakai sehari-hari.
Punya
kiblat fashion?
Rama: Gue dalam nggak punya patokan. Selama ini,
gue cenderung lebih ke desainer cowok. Gue lebih ke membuat sesuatu
barang yang nggak pernah gue dapat di indonesia. Jadi intinya, gue
memenuhi kebutuhan fashion cowok yang agak susah didapat di Indonesia.
Basicly itu produk basic even nyeleneh dan tetap bisa dipake sama cowok.
Apakah
baju laki-laki yang nyeleneh itu kemudian laku?
Untuk cowok
memang effort-nya dua kali dan nggak segampang itu. Mereka sebenarnya
mau menerima, tapi belum terlalu berani. Cowok harus lihat dulu, setelah
orang lain pakai. Dan, jika semua cowok mau pakai, ini jadi kepuasan
tersendiri yang tak terbayarkan buat kami.
Kalian optimis dengan
Danjyo Hiyoji ke depannya?
Dari segi bisnis, kami optimis, plus
butik kami sebentar lagi juga akan buka. Kami yakin kalau dijalani
serius, pasti ada hasilnya.
Apa ide-ide gila kalian untuk saat
ini?
Show tunggal yang tidak biasa, tetap muda, tetap seru, dan
Danjyo Hiyoji banget! Kalau bisa akhir tahun ini sponsor. He-he-he.
Lebih cepat juga lebih baik, karena pas animonya tinggi. Kami juga ingin
mendidik bahwa ready to wear itu sesuatu yang bisa dibanggakan. Tidak
harus pakai sesuatu yang berat, harganya affordable, realistis, tetap
gaya, dan long lasting.
Dengan kalian masuk Harvey Nichols
Department Store, apakah ada efeknya ke customer?
Awalnya iya,
mereka takut. Padahal nggak seperti itu. Kami biarkan orang compare
sendiri. Harga kami masih affordable walaupun kualitas sama, style-nya
berbeda dengan yang ada di butik kita.
Koleksi kalian awalnya
hitam, putih, dan abu-abu. Apakah akan terus seperti itu?
Nggak
kok, di Harvey Nichols sudah warna-warni. Hitam dan putih memang basic
dan jualan banget. Untuk melengkapi, kami kasih pilihan. Kami berusaha
memberikan yang basic, tapi ada juga yang lebih fancy.
Kalian
juga membuat aksesori atau hanya baju?
Kami buat tas, sepatu
juga. Tapi, itu semua masih trial and error. Kami masih mau fokus di
baju dulu. Baru kalau sudah steady, mulai ke yang lain. Plus, kami juga
punya standar kualitas yang mau kami pertahankan. Itu yang lebih susah.
Sejauh
ini, sudah ada tawaran dari luar negeri yang tertarik sama kalian?
Malaysia
sudah menawarkan dan sudah ada yang mau membantu. Di Singapura, kami
masuk Blackmarket Singapore yang isinya desainer-desainer regional.
Tapi, kami piker, sih, mau menguatkan dulu di kota-kota besar di
Indonesia.
Di Indonesia, rencananya mau buka di mana?
Kota-kota
besarnya, seperti Surabaya, Medan, dan Bali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar